Asal Usul Seni Ukir di Kampung Wooinap

*catatan amatiran______

Pengaruh Mitos 'SUANDEI' Terhadap Pengrajin SENI UKIR di Kampung WOOINAP 

     
Indonesia pada umumnya kaya akan budaya dan seni yang tersebar luas dari ujung barat Sabang hingga ujung timur Merauke dan salah satunya adalah kekayaan seni ukir, yang terkenal diberbagai daerah yang kini dimunculkan dengan motif ukiran yang tersaji dalam karya anak bangsa yakni kerajinan  batik, keramik, dan aneka kerajinan lainnya. Ada beberapa daerah di Indonesia memiliki kerajinan seni ukir dari kayu dan memiliki kekhasan tersendiri. Jika di telusuri maka ukiran khas Papua,  Asmat, Jayapura dan Teluk Cenderawasih yang memiliki ukiran rakyat yang sangat indah dan banyak diminati oleh orang asing bahkan  dalam negeripun  batik bermotif Papua sering digunakan sebagai pemberian cindera mata bagi para tamu atau juga sebagai koleksi dan lain-lain.
Seni ukir yang  dikenal dengan ukiran, atau ragam hias dengan aneka motif adalah sebuah gambar hiasan dengan beberapa bagian yang berbentuk cekung dan beberapa bagian lagi  cembung baik horishontal maupun fertikal dan eliptikal yang tersusun dalam bentuk gambar yang sangat indah. Bentuk bentuk tersebut menjadi kekayaan atau keraifan local yang selalu terpelihara secara turun temurun  walaupun hingga sekarang ini kearifan local ini  belum di lindungi oleh ordonansi resmi namun kekhasan ini tetap hidup dan muncul dalam berbagai karya seni yang mewakili daerah tertentu  seperti batik ukir Asmat, Batik Ukir Jayapura, Batik Ukir Teluk Cenderawasih  dll.
Kampung waooinap adalah sebuah kampung di Papua. Kampung Wooinap dikenal oleh masyarakat adat Selat Saireri dengan hasil ukiran kayunya yang unik.
            Banyak orang beranggapan, asal usul kebudayaan seni ukir dari kampung wooinap yang dihasilkan oleh masyarakatnya berasal dari kebudayaan selat saireri. Padahalnya berdasarkan hasil penelitian penulis di kampung wooinap dengan beberapa pendapat dan cerita tetua-tetua di kampung wooinap, keunikan kebudayaan seni ukir diselat saireri pada umunya berasal dari sebuah legenda yakni kisah ceritera rakyat “Suandei” di kampung tersebut
Ukiran masyarakat adat kampung wooinap sangat beragam, kadang berbentuk manusia, perahu, panel, ataupun perisai dengan beberapa motif yang berbeda. Pola ukirannya-pun berdasarkan keseharian hidup masyarakat adat kampung wooinap itu sendiri. Salah satu contohnya yaitu, Motif Tengkorak: Motif ini  dikenal dengan beberapa istilah yakni motif pengawal, motif penolak bala karena filosofi dari ukiran tengkorak ini adalah bahwa tengkorak adalah tempat kehormatan manusia, akal dan pikiran ada di otak, dan ukiran ini identik dengan kepemimpinan dan harga diri, dan motif ini  dibuat pada tiang –tiang utama rumah adat atau rumah pendidikan. Dengan maksud bahwa jika seseorang di daulat untuk memimpin maka ia harus punya harga diri dan penghormatan  jika tidak maka ia akan seperti tengkorak mengerikan.
.           “Kebudayaan seni ukir di kam pung wooinap dapat dipelajari melalui seni ukir yang dihasilkan oleh masyarakatnya” hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mencari informasi, dan mengkaji lebih lanjut mengenai kebudayaan seni ukir kampung wooinap. Yang akan dikemas dalam penelitian sejarah. Ditambah bahwa Salah satu kebudayaan Irian Jaya yang terkenal hingga ke mancanegara adalah seni ukir. kebudayaan seni ukir kampung wooinap telah dikenal masyarakat  wooinap pada tahun 1920-an pada mas rak dan masa perbudakan itulah yang menambah rasa ketertarikan penulis meneliti dan menuliskebudayaan seni ukir kampung wooinap. 

     Mitos / Cerita Rakyat  Suandei


Ukiran pada masyarakat Selat saireri masih bertahan hidup dan diminati serta ditemukan di berbagai daerah seperti Kepulauan Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Waropen Teluk Wondama dan berbagai daerah lainnya yang termasuk dalam rumpun budaya Kuripasai, Mananarmakeri, dan Sairei.
Sorotan  khusus dalam penulisan ini adalah motif ukir yang masih ditekuni oleh  pengrajin ukir di Kampung Wooinap, Distrik Wonawa Kabupaten Kepulauan  Yapen,  yang hingga kini para pengukirnya sudah berkurang tetapi kebiasaan tersebut masih dipelihara turun-temurun.
Motif ukir ini di ilhami oleh Mitos Suandei Karya Drs.Frits Maurid Kirihio alumni Universitas Leyden Belanda kisaran Tahun  1950an  yang diceritakan dalam Buku “Dongen Tanah Kita”
Berikut Cerita Rakyat   “SUANDEI“
Kalau kamu memperhatikan muka perahu di pulau  Yapen dan muka perahu dari orang Biak atau Wandamen, nampaknya amat bagus dihiasi dengan ukiran-ukiran.Demikianlah nenek mulai bercerita pada malam hari, ketika anak-anak kecil sudah berkumpul disekelilingnya.  Dari mana asalnya ukiran-ukiran yang bagus itu, sekarang ini saya mau ceriterakan,  Katanya “Dengarkanlah baik-baik” Pada dahulu kala nenek moyang kita tidak tahu satu titikpun tentang mengukir bunga-bungaan yang begitu bagus. Sampai suatu kali ada peristiwa, sebuah perahu yang hendak menyeberang dari Miosnum ke pulau-pulau Ron, sebab angin selatan bertiup amat kencang, perahu itu tak dapat menyeberang. Lalu masuk mencari pelabuhan yang aman. Perahu itu masuk pada pelabuhan yang bernama “Mandenaruru“ yaitu di sebelah barat Pulau Meosnum, Hari mulai petang matahari  telah berkurang panasnya,sedang angina selatan tadi sudah teduh sama sekali.Air laut sudah sekali, saya mau pergi cari ikan ”Kata Suandei, seorang diantara anak buah perahu itu, sambil mengumpulkan alat-alat penangkap ikannya, lalu turun kedalam perahu kecil yang terapung-apung dibelakang perahu besar itu. “Saya ikut” kata Mambri temannya.tidak berapa lama kedua orang itu berkayuh, makin lama makin jauh dari perahu besar itu. Mata Suandei tak putus-putusnya mengamati permukaan laut yang licin itu kalau-kalau ada penyu atau ikan yang kelihatan.  Rupanya pengamatannya tidak sia - sia sebab tiba-tiba Mambri berseru: Suandei coba lihat ada penyu besar disana” Dimana? Tanya suandei sambil membuka matanya sebesar-besarnya. ”disebelah kanan kita, di darat eee! Jawab Mambri sambil menuju kearah penyu itu.Oh yak au putar perahu cepat! ”Tanggung ini sore kita orang akan makan besar! kata Suandei sambil membelok perahu keduanya kearah penyu itu. Dengan tidak membuat suatu bunyi perahu kecil itu meluncur menuju penyu itu. Suandei dan Mambri  berdayung sambil tunduk supaya jangan kelihatan pada penyu itu. Tiba-tiba melayanglah tempuling yang tajam menuju belakang penyu, Dengan tidak memberi ampun mata tempuling itu menembusi kulit belakangnya. Dengan terkejut penyu itu menyelam kedalam laut yang biru sambil menunda tali tempuling yang dikemudikan oleh Suandei diatas perahu…..  Matahari telah terbenam dilaut sebelah barat langit menjadi kemerah-merahan, sedang terang siang berubah dengan perlahan-lahan menjadi kegelapan. Suandei dan Mambri masih lagi terapung - apung dimuka laut dengan tali tempuling yang masih kencang. Keduanya belum lagi kembali ke perahu besar,sebab penyu itu masih ada lagi dalam laut.Akhirnya mungkin penyu itu sudah berkurang sedikit kekuatannya,sebab dengan gampang sekali Suandei dapat menariknya. Tetapi waktu penyu itu telah dekat ke perahu, ia tidak bergerak sama sekali,seakan-akan terpuandei punya keberanian dan kepintaran menangkap penyu tidak merasa keberatan apa-apa.Suandei menyelam dan Mambri sedang menunggu di perahu ………… sudah 5 menit……….. 10 menit……… 20 menit…… Suandei belum juga kelihatan.  ”Hei itu tidak mungkin.Dalam  air orang tidak bertahan lama. Hati Mabri mulai gelisa dan kuatir…. dengan hati yang  berdebar Mambri  mencoba memanggil sahabatnya, itu berapa kali tidak ada jawaban! Berapa kali lagi mencoba memanggil, tetapi……. yang membalas suaranya hanyalah  bunyi suara ombak yang sayup-sayup  bertalu-talu dipantai. Dengan putus harapan Mambri  coba memanggil sekali lagi. Tetapi waktu ia tidak mendengar jawaban apa-apa sama sekali,iapun memotong tali tempuling itu lalu berdayung sekuat tenaga ke perahu besar agar dapat menyampaikan kabar celaka itu. Betapa terkejutnya semua orang yang berada dalam perahu itu, dengan segera mereka bersama-sama berupaya mencari Suandei Tetapi……. sampai matahari terbit mereka tidak bertemu Suandei. Seluruh pesisir pantai teluk dan celah-celah batu diperiksa dengan seksama. Sepanjang hari itu mereka mencari terus tetapi segala usaha mereka tidak ada hasilnya,  Suandei………. sudah hilang dan tidak dapat ditemukan lagi Apakah yang sudah terjadi dengan suandei itu?   Saya tadi bilang,bukankah dia yang menyelam menuju penyu itu itu? Waktu dia memegang penyu itu lalu hendak membawanya keatas, dirasanya dengan tiba-tiba bahwa bukannya dia yang menangkap penyu itu melainkan penyu itu yang sekarang………… menangkap dia. Yang sangat ajaib yaitu Suandei merasa nafasnya tinggal berjalan seperti biasa. Meskipun Suandei mencoba dengan segenap tenaganya untuk melepaskan dirinya,tetapi sia-sia belaka.Waktu dilihatnya bahwa usahanya ternyata gagal,iapun memutuskan akan menantikan saja dengan sabar apa yang akan terjadi dengan nasipnya. Waktu Mambri memotong tali tempuling itu Suandei melihat bahwa teman nya yang baru itu membawa dia menuju ke dasar laut.Suandei menutup matanya dengan sekuat-kuatnya waktu ia melihat di kiri kanannya ada batu yang besar-besar seolah-olah bukit-bukit, yang ditimbuni jamur laut dengan berbagai warna.Hanya yang Suandei masa rasa ialah keduanya ada maju terus.Tiba-tiba Suandei membuka matanya, sebab ia merasa bahwa keduanya sedang berhenti dan penyu itu melepaskan dia.Hampir-hampir Suandei berteriak, waktu dia melihat bahwa yang berdiri dekat dia itu bukan penyu lagi, tetapi…………..seorang gadis yang amat cantik dan paras rupanya.Rambutnya ikal serta terurai sampai kebelakangnya, matanya laksana bintang kejora, warna kulitnya kuning langsat, apalagi pipinya bagaikan  manga masak terbela dua. Tetapi betapa herannnya Suandei waktu dia melihat gadis itu. Tidak ada kakinya sebagai manusia biasa melainkan gadis itu berekor seperti ikan. Sementara Suandei berdiri tercengang dan menatap keadaan sekitarnya, terdengalah suatu suara halus dan lemah lembut berkata  Hai manusia jangan takut sebab saya tidak akan mencelakakan engkau. Saya ini puteri dari raja hantu laut yang bertempat di pulau Nu Sirang yang berdekatan dengan tempat engkau menikam saya tadi. Dengan sengaja saya memberi badan saya ditikam oleh mu, sebab saya merindukan seorang laki-laki muda.  Maksud saya akan membawa engkau ke istana bapa saya. Sayang sekali bahwa saya mesti beritahu kepadamu bahwa engkau tidak bias pulang lagi kepada kaum keluargamu, sebab engkau akan kawin  dengan  saya Jangan engkau kuatir sebab di istana bapak saya tidak ada sesuatu yang kurang. Coba ikut saya saja, nanti engkau akan lihat semuanya. Saya akan tunjukan segala keindahan dan kekayaan di istana bapa saya kepadamu. Dengan perasaan heran yang tak henti-hentinya, Suandei mengikuti perlahan-lahan di sisi puteri hantu laut itu. Keduanya  berjalan melalui batu-batu yang diatur sebagai meja berturut-turut dan berderet didasar laut Dikiri kanannya bertumbuh jamur dengan berbagai warna yang membentuk sebuah  jalan raya yang lurus dan permai, Makin lama jalan itu makin mendaki keatas. Menjadi nyata kepada Suandei bahwa jikalau perkataan putri itu benar, maka sudah tentu mereka sekarang menuju ke pulau Nu Sirang. Sebentar lagi kelihatan dimuka keduanya sebuah cela diantara  batu-batu yang besar sebagai gunung.Inilah pintu gerbang  istana bapa saya,kata hantu laut itu  “Kalau kita lalui pintu  gerbang ini, kita masuk ke dalam istana yang sebenarnya terletak didalam gunung pulau Nu_Sirang itu. Dengan tidak berkata apa-apa  Suandei ikut terus. Tetapi sebelum keduanya masuk, Suandei melihat bahwa dekat pintu itu  dalam air ada lebih terang dari jalan yang tadi mereka lalui Ia terus mengerti bahwa niscaya permukaan laut itu tidak jauh dari situ.
Di dalam Istana itu tidak ada air sama sekali kering sebagai daratan. Sepanjang dinding kelihatan benda-benda yang amat ajaib.Ada yang menyerupai botol-botol, yang berisi air-air bermacam warna,sedang diantaranya terletak daun-daun kayu yang masih hijau Inilah kekuatan-kekuatan kami, kata hantu itu sambil menunjuk ke botol-botol yang ajaib itu  Lihat,dalam empat botol itu yang terletak disana terdapat empat mata angina yang terbesar jika kami kehendaki angina barat, kami buka saja dari botol yang pertama, makin longgar penutup itu,makin kencanglah angina utara dan selatan. Jika kami lepaskan sumbatnya,dalam sekejap mata saja laut yang tenang menjadi naraka, Sehingga ombak itu dapat memusnakan segala sesuatu yang terdapat dihadapan nya. Daun-daun yang kau lihat diantara botol itu, itulah daun kepintaran, lihatlah yang sedikit kekuning-kuningan itu daun yang bernama daun kepintaran menyanyi, jika kau makan sepenggal saja dari daun itu engkau akan pandai sekali mengarang nyanyian dan lagunya serta suaramu amat menawan hati karena merdunya.  Daun itulah kami puteri-puteri laut pakai untuk menyanyi pada malam hari diatas lautan, sehingga manusia dapat terharu hatinya. YANG HIJAU SEKALI ITU IALAH DAUN MENGUKIR KALAU KAU MAKAN SEPENGGAL KECIL SAJA  DARI DAUN ITU,KAU AKAN PANDAI SEKALI MENGUKIR MUKA PERAHU DAN PERHIASANNYA YANG TERBAGUS DISELURUH DUNIA. Begitulah hantu laut menerangkan satu persatu segala botol-botol dan daun-daun yang ajaib-ajaib di sepanjang dinding itu, setelah semuanya di jelaskan, maka berkatlah ia kepada Suandei: Coba kau tunggu sebentar disini, saya pergi beritahu kepada bapa bahwa saya ada membawa seorang manusia kesini, bapa saya tentu akan senang sekali dan, tentu ia akan datang bertemu  dengan kamu.  Sesudah berkata demikian, iapun pergi. Dalam sekejap waktu itu juga timbul suatu pikiran baru dalam hati Suandei untuk mencoba melarikan diri. Jadi atau tidak, tetapi ia tetap mencoba akan niatnya itu. Dengan tidak berpikir panjang lagi, ia segera memegang daun kepintaran menyanyi dan daun mengukir itu lalu lari sekencang angina menuju pintu gerbang. Setibanya ia disana, ia merasa bimbang karena melihat air laut yang kebiru-biruan itu. Namun tiba-tiba muncullah keberaniannya yang luas biasa untuk menembusi kedalaman laut itu, Sambil menahan nafasnya, ia berjuang dengan segala kekuatannya untuk mencapai permukaan air laut. Permukaan  air laut itu tidak begitu jauh sebagaimana yang diduga oleh Suandei. Ketika ia sudah tiba di permukaan  laut, dengan segera ia berenang menuju ke pantai pulau Nu-Sirang yang kira-kira hanya 12 meter jauhnya dari tempat ia timbul. Matahari sudah hampir tebenam di sebelah barat, dengan memegang daun kepintarannya tadi dengan harapan akan bertemu dengan manusia lain. Taka da seorang pun di dunia ini yang dapat menceriterakan akan kesukaan hati Suandei. Tak berapa lama ia berada di sebelah pulau, dilihatnya disana perahu besar yang sedang mencari dia itu. Sesudah Suandei naik ke perahu, mereka dengan segera berdayung meninggalkan pulau yang berbahaya itu. Makin lama  makin  jauh perahu itu dari Pulau Nusirang, makin kecillah rupa perahu itu kelihatan, yam akin kecil ia, tetapi dlamnya sudad ada dua benda yang besar harganya: Karena muali dari Suandei itu kepintaran menyanyi dan mengukir berkembang keseluruh teluk Cenderawasih dan lama kelamaan ke daerah lain. 


      Motif Ukiran Masyarakat Wooinap
Motif ukir berdasarkan keyakinan yang ditekuni  selama ini di kampung Wooinap Distrik Wonawa Kabupaten Kepulauan Yapen
Beberapa motif yang di yakini selama ini di ambil  dari motif tumbuhan,hewan bentangan langit, motif pengawal/penolak bala atau tengkorak kesemuanya di wujudkan dan ragam hias yang biasanya ditampilkan pada alat-alat  keluarga seperti  perahu, Loyang kayu (sempe)  alat kesenian (tifa) pelampung jaring,   semua mengambil makna simbolik atau filosofi dari wujud aslinya. 
1. Motif Tengkorak
Motif ini  dikenal dengan beberapa istilah yakni motif pengawal, motif penolak bala karena filosofi dari ukiran tengkorak ini adalah bahwa tengkorak adalah tempat kehormatan manusia, akal dan pikiran ada di otak, dan ukiran ini identik dengan kepemimpinan dan harga diri, dan motif ini  dibuat pada tiang –tiang utama rumah adat atau rumah pendidikan. Dengan maksud bahwa jika seseorang di daulat untuk memimpin maka ia harus punya harga diri dan penghormatan  jika tidak maka ia akan seperti tengkorak mengerikan
Gambar………..
2. Motif Ukir Ikan Pari/ Gurita
Motif ini memiliki  filosofi kelincahan tetapi berduri, ikan pari maupun gurita memiliki keunikan untuk melindungi diri. biasanya ukiran ini diwujudkan saat peminangan, jika   orang tua pihak  calon anak   mantu belum diketahui temperamennya  maka saat pinangan pihak perempuan menerima pinangan dengan menyuguhkan pinang, tembakau dll dalam wada yang diberi ukiran ikan pari atau gurita  untuk mengingatkan pihak lelaki tentang sifat berduri dan licin ini 
Gambar……………….
3. Motif Tumbuhan
Motif ini filosofinya adalah semangat juang  tak kunjung padam, setiap pemuda ingin maju, ingin  merantau untuk mencari pengalaman biasanya di gunakan pada haluan perahu ukir  untuk mengekspresikan keinginannya untuk maju
Gambar ………………

4. Motif  Bentangan Alam
Motif ini bercerita tentang harapan jika mentari sore menjelang langit cerah maka para tetua akan meramal keadaan esok hari teduh, hujan dll sehingga  harapan mencari nafaka  esok dapat direncanakan hari ini, dengan demikian filosofi dari ukiran ini adalah  harapan masa depan.
Gambar ………….
5. Motif Katak/ Kodok
Binatang yang gemar dan hidup dirawa ini terkenal sebagai hewan yang buat bising jika saat hujan redah, perumahan dekat rawa penghuninya terganggu jika simphoni  katak ini bergema, dengan demikian filosopi dari motif ini adalah suka rebut tapi tapi hasil kerjanya tidak memadai, makna ukiran ini adalah temperamental banyak ngomong dan menghasut, banyak menuntut tapi tidak produktif
Gambar ……………..
6. Motif Ikan Terbang
Filosopi dari motif ikan terbang adalah kelincahan, dan ketangguhan dalam mengarungi samudera, ukiran  ini  biasanya di ekspresikan pada  haluan dan buritan perahu dagang atau( Wai iron)
Gambar ………….
7. Motif  Angin Puyuh
      Kedasyatan dari angin puyuh atau butuh angin memporak porandakan alam  itulah filosofi dari ragam hias angin puyuh ini, motif ini biasa di ekspresikan pada haluan perahu yang digunakan saat lomba perahu dayung, menunjukan bahwa setiap kali mengikuti lomba pasti mengalakan lawan 
Gambar ………………………..



NaraSumber.
1. Bpk. Amost Marahole
2. Bpk. Elias Kirihio
3. Jerry. Tiar

Komentar

  1. Harus di berjuangkan sejarah..
    Salam hormat kampung tetanga kanaki

    BalasHapus

Posting Komentar